Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas
Indonesia-RSCM Dr dr Tjut Nurul Alam Jacoeb SpKK (K) menjelaskan, racun
tomcat atau yang disebut peaderin memiliki sifat merusak sel kulit. Gejala kerusakan sel kulit itu, antara lain, kulit melepuh seperti terbakar.
Nah, sifat racun tomcat itu, menurut Tjut, identik dengan racun cantharidin yang dihasilkan kumbang blister. Selama ini, beberapa dokter kulit menggunakan obat berbahan dasar racun cantharidin tersebut untuk menyembuhkan kutil. Obat ini dioleskan, beberapa hari kemudian kutil bisa copot.
Tjut menuturkan, sampai saat ini, populasi kumbang blister banyak terdapat di Eropa. Karena itu, obat yang berbahan racun cantharidin
hingga kini hanya diproduksi di benua biru itu dan tergolong langka.
’’Akibatnya, harganya sangat mahal jika sudah masuk Indonesia,’’ kata
dia. Tjut memperkirakan, harga obat dari racun cantharidin itu mencapai Rp1 juta untuk takaran 10 cc.
Berdasar analisis sementara, selain memiliki sifat yang sama, dua
racun tersebut juga berasal dari dua spesies kumbang yang masih kerabat
dekat. Tomcat dan blister ternyata berasal dari ordo yang sama. Yaitu
ordo Coleoptera. ’’Tomcat dan kumbang blister ini hanya berbeda famili.
Ordonya sama, bisa jadi racunnya ada kesamaan,’’ katanya di kampus UI,
Depok, kemarin.
Meski muncul dua faktor yang menguatkan dugaan racun tomcat
bermanfaat layaknya racun kumbang blister, Tjut belum berani menarik
kesimpulan yang pasti. Dia meminta ada penelitian lebih mendalam terkait
kandungan racun tomcat. ’’Jika memang benar, mahasiswa di sini (UI,
Red) bisa membudidayakan tomcat untuk diambil racunnya,’’ tutur Tjut.
Dia menambahkan, jika memang dua racun ini sama manjurnya dan aman
untuk obat kutil, tomcat benar-benar sahabat manusia. Saat ini, tomcat
sebenarnya sudah menjadi sahabat petani karena merupakan predator
pemangsa wereng.
Tidak Sama dengan Herpes
Sesudah mengurai soal potensi pemanfaatan racun tomcat, Tjut
memaparkan perkembangan penanganan serangan kumbang penyuka cahaya lampu
di malam hari itu. Dia menjelaskan, di daerah-daerah, banyak dokter
atau pelayan medis lain yang salah kaprah menangani penyakit karena
racun tomcat. Dia menerima laporan saat sidak langsung ke sejumlah
daerah.
Tjut menerangkan, akibat dari racun tomcat ini memang mirip dengan
penyakit herpes. Akhirnya, ada laporan bahwa para petugas medis
memberikan obat herpes kepada pasien. ’’Ini salah kaprah. Yang untung
toko obatnya,’’ tegasnya.
Toko obat ditengarai menuai keuntungan dari kesalahan yang diduga
disengaja ini. Sebab, obat herpes harganya cukup mahal. Harga obat
herpes berkisar ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah.
Tjut mencoba meluruskan. Meskipun dampak luka akibat racun tomcat
dan harpes mirip, keduanya sangat berbeda. Racun tomcat bisa
mengakibatkan kerusakan sel kulit karena mengandung bakteri spesies
Peudomonas. Sementara herpes disebabkan oleh virus Herpes. ’’Penyebabnya
beda. Jadi, obatnya sangat berbeda. Tidak bisa disamakan,’’ ucap Tjut.
Dia meminta dokter atau petugas kesehatan bijak untuk tidak mengeruk
keuntungan dari korban racun tomcat.
Dokter, katanya, cukup memberikan kortikosteroid topikal kepada
korban tomcat. Jika sudah infeksi, bisa diberikan antibiotik. Tjut juga
mengingatkan korban tomcat jangan mengorek luka supaya penyembuhan
kulit bisa sempurna. (jpnn/sil)
Thank you for your NICE attention..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar